AJINING dhiri gumantung ana ing lathi. Demikianlah
lengkapnya peribahasa Jawa ini. Terlihat singkat, namun sebenarnya
menyimpan makna mendalam. Harga diri, kehormatan diri, semua bergantung
pada apa yang keluar dari mulutnya. Jika seseorang itu ingin dihargai,
semestinyalah kalimat yang disampaikan harus melambangkan “harga”
dirinya sendiri. Seseorang benar-benar harus memilih dan memilah kata,
sebab “mulutmu harimaumu.” Jangan sampai cap sebagai orang urakan dan
tak bermoral mendarat, hanya gara-gara kalimat yang terucap tak
memperhatikan norma dan etika.
Lebih dari itu, jika seorang cendekiawan atau ulama mengeluarkan
pendapat, haruslah segalanya dipertimbangkan masak-masak. Sebab harga
seorang manusia terletak pada apa yang diucapkannya, seseorang yang
menyandang predikat sebagai cendekiawan, guru, atau juga ulama, harus
mempertanggungjawabkan gelar itu pada kalimat yang diutarakan. Jangan
sampai menodai penghormatan yang disandang hanya karena apa yang
diucapkan tak sesuai dengan kepribadian.
Begitu pun dengan peribahasa “ajining raga saka busana.” Seseorang
harus menghargai dan menghormati dirinya sendiri lewat apa yang
dikenakannya. Kalau dia mampu menghormati dan menghargai dirinya lewat
busana, orang lain juga akan menaruh segan yang sama padanya. Jangan
menyalahkan stigma negatif yang muncul jika memang kita sendiri tak
mampu menjaga penampilan kita. Betapa busana memberi penghargaan
tersendiri bagi tubuh kita. Lebih dari itu, seseorang hendaknya selalu
tahu tempat dan waktu untuk berbusana, atau dalam istilah masa kini,
jangan sampai “salah kostum.” Segalanya semata-mata demi ngajeni awak-e dhewe. Menghargai dirinya sendiri.
Selasa, 15 September 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar