Jumat, 18 September 2015

Jejak Para Raja Dalam Pewayangan Jawa

Asal mula masuknya dan pementasan wayang kulit di Nusantara memang belum diketahui secara pasti. Berita tertulis tertua yang menyebutkan mengenai wayang terdapat dalam Kakawin Arjunawiwaha gubahan Mpu Kanwa yang hidup pada masa pemerintahan Raja Airlangga (1019-1042). Kata wayang dalam kakawin tersebut nampak pada penyebutan “awayang” atau “aringgit” sebagai berikut. Hananonton ringgit manangis asekel muda bidepan buwus wruh tuwin yan walulang inukir malah inucap batur nin wan tresnen wisaya malaha ta wihikanari tatwa nyan maya sahana-hana nin bawa siluman…. (Ada orang yang menonton wayang menangis sedih. Bodoh benar dia. Padahal sudah tahu juga bahwa yang bergerak dan berbicara itu kulit yang ditatah. Memang kata orang dia sedang terkena daya gaib, sedangkan seharusnya ia tahu bahwa pada hakekatnya (pertunjukan) itu hanyalah palsu, segala yang ada ini maya belaka).


Untuk selanjutnya, para penguasa di Tanah Jawa saling berlomba-lomba untuk menyempurnakan pagelaran wayang hingga pada sosok wayang itu sendiri. Tak hanya penguasa, para ulama seperti Walisongo juga memanfaatkannya sebagai media dakwah. Berikut ulasan pengembangannya dari masa ke masa.

1
Prabu Jayabaya memindahkan dan memperbesar gambar-gambar wayang dari daun Tal ke permukaan kulit yang ditatah dan diberi pegangan dari bambu pada tahun 959 Masehi atau 861 Çaka dengan sengkalan candraning wayang wolu (Akan tetapi pendapat ini tidak sesuai dengan ilmu sejarah, karena pada tahun itu yang memerintah kerajaan adalah Empu Sindok (928-947) dan prabu Jayabaya memerintah tahun 1130-1160).

2
Prabu Brawijaya dari kerajaan Majapahit menyempurnakan gambar wayang dengan memberi sunggingan (warna) pada tahun 1378 Masehi atau 1300 Çaka dengan sengkalan tanpa srna gunaning atmaja.

3
Prabu Ajisaka atau Widayaka dari kerajaan Purwacarita membuat Pakem Lakon Dewa-Dewa pada tahun 1379 atau 1301 Çaka, dengan sngkalan ratu guna maletik tunggal.

4
Para Wali seperti Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, dan Sunan Kudus menyempurnakan pertunjukan wayang dengan pemakaian kelir, debog, blencong, untuk pertunjukan semalam suntuk pada tahun 1521 atau 1443 Çaka dengan sengkalan geni dadi sucining jagad.

5
Sultan Trenggana dari kerajaan Kediri menyempurnakan bentuk wayang dengan penatahan pada tahun 1555 atau 1477 Çaka, dengan sengkalan resi pitu kinarya tunggal. (Pendapat ini tidak cocok dengan ilmu sejarah karena Sultan Trenggana memerintah Kediri pada tahun 1521-1546).

6
Prabu Hamangkurat Tegal Arum (Amangkurat I) menambah pertunjukan wayang dengan pengiringan pesinden pada tahun 1634 atau 1556 Çaka, dengan sengkalan wayang dua ing wana tunggal.

Perkembangan bentuk dan pementasan wayang kulit sejak kerajaan Hindu hingga pembaruan pada masa Islam yang termuat dalam Serat Centhini tersebut kini dapat dilihat dalam setiap pertunjukan wayang kulit purwa. Hal ini dapat dicermati mulai dari simpingan wayang hingga bentuk masing-masing tokoh pewayangan yang banyak menyimbolkan watak wantu manusia.


0 comments:

Posting Komentar